Sabtu, 17 Mei 2014

To have a relationship, to end promiscuity.

Lebih lengkapnya, to have a boyfriend, to love, to be loved, to  to have someone who respects you, to end promiscuity. Kalo kurang lengkap bisa melengkapi sendiri ya. Kali ini saya mau berbicara tentang promiscuity di kehidupan kita. Sekalian saya mau curhat juga sih. Apakah orang seperti kita ini ditakdirkan untuk mau tidak mau bergaya hidup ala promiscuity. Bercermin dari diri sendiri, saya akhir-akhir ini cukup khawatir sehingga perlu sekali untuk menuangkan kegelisahan dan kegalauan saya di tulisan ini.

Menurut penelitian, dipukul secara rata seorang laki-laki selama hidupnya mempunyai 9 pasangan sexual yang berbeda. Sedangkan perempuan mempunyai 4. Saya yakin itu adalah mereka-mereka yang normal. Bagaimana dengan para penafsu sejenis. Homosexual atau lesbian saya yakin lebih dari rata-rata pada umumnya. Saya sendiri saat ini sudah 30 male sexual partner yang saya ingat. Di satu sisi, itu membuat saya lebih percaya diri bahwasannya saya disukai orang juga. Tapi di sisi lain ada sesuatu yang mengganjal dalam sanubari ini. Bila saya menggambarkan diri ini, mungkin tidak jauh beda dengan seorang pek choon.

Setidaknya, saya masih memegang kepercayaan bahwa mempunyai hubungan sexual dengan satu orang untuk waktu yang panjang itu lebih baik dari pada bergonta-ganti pasangan. Tidak perlu dibuktikan lagi, bahwasannya promiscuity itu banyak resiko terkena penyakit menular sexual dan virus yang membahayakan kehidupan kita. Lalu kapan ya saya memulai untuk mempunyai hubungan sexual yang sehat dan menyenangkan dengan seseorang? That, I am still figuring out.

Semuanya complicated seperti benang kusut. Banyak sekali pilihan-pilihan dalam hidup ini yang harus kita pilih. Berbagai variabel pilihan itu menentukan pilihan yang menjadi variabel untuk pilihan selanjutnya. Hingga saya sering menyia-nyiakan hal-hal yang tidak terlihat penting tetapi ternyata penting. Saya begitu imajinatif, sehingga setiap hal yang akan saya pilih seolah mempunyai jalan ceritanya sendiri di masa yang akan datang. Masa depan yang tergambar dipikiran itulah yang sering menggoyahkan sebuah pilihan.

Lalu sebuah hubungan seperti apa yang sebenarnya saya cari? Saya ingin sekali mempunyai pasangan yang memahami saya sebagai manusia biasa. Pasangan yang tidak menghalangi perkembangan pribadi dan impian-impian saya. Seseorang yang melupakan sejarah menyedihkan saya. Bersama kita bisa. Ciuss.. ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar