Sabtu, 24 Mei 2014

A Complicated person, am I?

Bila aku boleh kategorikan, ada dua divisi di kalangan pria penyuka pria. Divisi yang pertama adalah divisi simplicity dan divisi yang kedua adalah divisi complicated. Kedua bagian ini tidak terpisahkan sama sekali tetapi saling melengkapi satu bagian utuh yaitu divisi pria penyuka pria. Kalau di-grafikkan memakai angka 1-10. Maka divisi simplicity menempati angka 1-5 dan 1-6 ditempati oleh divisi complicated. Maka setiap individu penyuka sejenis akan mnempati angka tersebut. Aku boleh bilang, divisi simple itu yang gampangan, cetek or shallow. Sesangkan divisi complicated itu dari ribet rempong sampai highly sophisticated and complex. Aku yang mana ya?

Kalau aku sih kadang gampangan kadang rempong juga. Loh. Maksudnya apa ya? Aku pikir semuanya tergantung kepada yang menilai. Ada yang bilang seseorang itu ribet, belum tentu dia ribet dengan orang lain. Begitu juga sebaliknya. Ya tapi dinilai dari tingkatan gampangan ke  complicated itu setiap individu bisa menilai dirinya sendiri.

Biasanya orang gampangan itu buat yang gampangan juga. Yang complicated buat yg complicated juga. Sebagaimana perkataan yang baik buat yang baik yang jahat buat yang jahat. ;-)

Ada yang menilai aku sebagai orang gampangan. Ada juga yang menilai aku sebagai orang yang rempong. Entah lah. Inilah diriku apa adanya. Aku sendiri masih dalam tahap pencarian jati diri yang mungkin tiada hentinya.

Selasa, 20 Mei 2014

Menjaga hati.

Apakah kamu pernah patah hati gara-gara sesuatu yang mungkin kamu pikir itu cinta? Sesering apa kamu jatuh bangun dalan hubungan percintaan? Pernahkah kamu menangisi seseorang karena dia tak acuh? Aku sih pernah. Tapi jujur aku malu. Beruntung dia tidak mengetahuinya, kalau dia sampai tau pastinya membuat dia sok cantik. Rasanya aku seperti orang bodoh bila menangisi seseorang yang sekarang menurutku membosankan.

Menjalani hubungan dengannya layaknya suami istri yang pisah ranjang. Aku tak mengerti apakah memang seperti itu gaya dia berpacaran. Yang aku rasakan adalah seperti itu. Sangat berkontradiksi dengan saat-saat pertama kali kami saling mengenal. Aku begitu bahagia seperti anak kecil yang menemukan hobi batu ketika pertama kali bertemu dengannya. Karena dia begitu menarik di mataku. Tiap hari yang ada rasa kangen menyelimuti diri ini. Sehari tak menyapa, seperti sebulan. Melihat fotonya saja bisa menggetarkan hati dan membuat jantung berdebar girang.

Kini, hanya sapaan biasa yang kami lakukan via instant messaging. Aku tak tahu apa yang ada di hatinya. Memang sudah sifat kebanyakan manusia yang ingin segalanya jelas, jelas hitam atau putih, yes or no. Ini yang aku harapkan darinya waktu itu. Sehingga hari-hariku pun dirundung mendung kegalauan. Andai saja aku bisa mengikatnya dengan tali perkawinan. Pasti sudah aku lamar dia dari dulu. Tapi kisah kita kan beda. ;( Kisah cinta kami ini kan complicated. Jadi tidak bisa mengharap kepastian yang lebih dari kepastian bahwa dia kini masih mau menjalani hubungan denganku walaupun tidaklah sepenuhnya.

Biarkan saja aku menjaga perasaan ini. Menjaga segenap cinta yang mampu dia berikan kepadaku. Walaupun sebenarnya aku mengharapkan lebih.

Aku menunggu perasaan rindu itu yang seolah adalah harapan hidup. Di dalam penungguanku kadang aku mendapatkan getaran hati bila berjumpa orang lain. Aku sudah mempunyai seseorang tetapi seperti jatuh cinta lagi. Entah, tapi inilah kejujuran nurani. Tapi sejujurnya aku tak mau melukain hati nan suci.

Sabtu, 17 Mei 2014

To have a relationship, to end promiscuity.

Lebih lengkapnya, to have a boyfriend, to love, to be loved, to  to have someone who respects you, to end promiscuity. Kalo kurang lengkap bisa melengkapi sendiri ya. Kali ini saya mau berbicara tentang promiscuity di kehidupan kita. Sekalian saya mau curhat juga sih. Apakah orang seperti kita ini ditakdirkan untuk mau tidak mau bergaya hidup ala promiscuity. Bercermin dari diri sendiri, saya akhir-akhir ini cukup khawatir sehingga perlu sekali untuk menuangkan kegelisahan dan kegalauan saya di tulisan ini.

Menurut penelitian, dipukul secara rata seorang laki-laki selama hidupnya mempunyai 9 pasangan sexual yang berbeda. Sedangkan perempuan mempunyai 4. Saya yakin itu adalah mereka-mereka yang normal. Bagaimana dengan para penafsu sejenis. Homosexual atau lesbian saya yakin lebih dari rata-rata pada umumnya. Saya sendiri saat ini sudah 30 male sexual partner yang saya ingat. Di satu sisi, itu membuat saya lebih percaya diri bahwasannya saya disukai orang juga. Tapi di sisi lain ada sesuatu yang mengganjal dalam sanubari ini. Bila saya menggambarkan diri ini, mungkin tidak jauh beda dengan seorang pek choon.

Setidaknya, saya masih memegang kepercayaan bahwa mempunyai hubungan sexual dengan satu orang untuk waktu yang panjang itu lebih baik dari pada bergonta-ganti pasangan. Tidak perlu dibuktikan lagi, bahwasannya promiscuity itu banyak resiko terkena penyakit menular sexual dan virus yang membahayakan kehidupan kita. Lalu kapan ya saya memulai untuk mempunyai hubungan sexual yang sehat dan menyenangkan dengan seseorang? That, I am still figuring out.

Semuanya complicated seperti benang kusut. Banyak sekali pilihan-pilihan dalam hidup ini yang harus kita pilih. Berbagai variabel pilihan itu menentukan pilihan yang menjadi variabel untuk pilihan selanjutnya. Hingga saya sering menyia-nyiakan hal-hal yang tidak terlihat penting tetapi ternyata penting. Saya begitu imajinatif, sehingga setiap hal yang akan saya pilih seolah mempunyai jalan ceritanya sendiri di masa yang akan datang. Masa depan yang tergambar dipikiran itulah yang sering menggoyahkan sebuah pilihan.

Lalu sebuah hubungan seperti apa yang sebenarnya saya cari? Saya ingin sekali mempunyai pasangan yang memahami saya sebagai manusia biasa. Pasangan yang tidak menghalangi perkembangan pribadi dan impian-impian saya. Seseorang yang melupakan sejarah menyedihkan saya. Bersama kita bisa. Ciuss.. ;)